Cerita Seks Gairah Gadis Perawan Kelas 3 SMP


Simungilmanja ~ Ini adalah kisah awal perjalan seks ku. Aku Jesika. Aku mengenal seks pertamaku sejak kelas 3 SMP.

Aku memang tumbuh lebih cepat dibandingkan teman-teman sebayaku. Di SMP kelas 3, aku sudah mencapai tinggi 160 cm. Termasuk tinggi dibandingkan teman-temanku yang lain, bahkan melebihi tinggi cukup banyak anak laki-laki.

Payudaraku juga sudah cukup menonjol. Aku sudah tidak memakai mini set lagi, tetapi sudah memakai BH. Akupun jg sudah mulai tertarik dengan lawan jenis. Ingin sekali punya pacar.

Pendi termasuk anak laki-laki yang pintar. Senang bermain basket dan aku senang jadi cheerleadernya. Dia bermain basket karena tingginya yang kurang. Supaya cepat tinggi katanya. Memang pada waktu itu dia cuma 158 cm. Jadi aku lebih tinggi darinya.

Kejadian awal kenapa kami pacaran sangat lucu. Suatu hari setelah bel pulang, aku kebelet pipis dan berjalan cepat ke WC sekolah. Anak-anak yang lain segera pulang. WC sekolah kami terletak di ujung bagian belakang. Jadi sekolah sudah mulai sepi dan di daerah WC tidak ada orang. Akupun mulai berjalan lebih cepat lagi.

Tiba-tiba Pendi keluar dari WC Pria dgn sangat cepat. Tidak terelakkan kami pun bertabrakan. Aku terjatuh terjengkang dengan rok tersingkap ke atas. Pendi terjatuh menimpa diriku dengan kepalanya mendarat tepat di buah dadaku.

Kami sepertinya cukup shock karena posisi kami tidak berubah untuk beberapa detik. Pendi kemudian tersadar kalau kepalanya mendarat di payudaraku. Dia segera mendorong tubuhnya ke atas, tetapi yang menjadi tumpuan kedua
tangannya malah payudaraku.

Dia semakin salah tingkah. Lompat ke belakang dan melihat pemandangan yang cukup indah. Ya.. aku masih tergeletak dan berusaha duduk dengan rok yang tersingkap. Pendi jelas-jelas telah melihat paha mulusku dan celana dalam berwarna kuning. Segera kuperbaiki posisi senonohku.

“Maaf Jes.. Aku tidak sengaja menabrakmu.”

Pendi meminta maaf sambil memalingkan mukanya.

“Ya tidak apa-apa,Pen.. Aku juga buru-buru.. kebelet nih.”

Aku segera masuk ke WC Perempuan dengan muka merah.

Akupun segera jongkok dan melepas air seniku dengan deras. Ah.. kenapa tadi pas Pendi menyentuh payudaraku, aku berasa enak yah? Akupun memegang-megang dadaku dan sedikit meremasnya. Beda rasanya.
Kenapa beda yah rasanya? Aku tidak mau berpikir lebih lanjut lagi. Aku menyelesaikan urusan kencingku, menarik celana dalamku dan keluar.

Ternyata Pendi masih menunggu di luar WC.

“Kok kamu masih di sini sih Pen?”
“Iya nungguin kamu. Aku masih merasa bersalah sudah nabrak kamu….”

Pendi menundukkan kepala

“.. dan sudah memegang dada kamu.”

Wajahku memerah. Malu.

“Ti.. tidak apa-apa, Pen.”
“Benar tidak apa-apa, Jes?”
“Iya.. tidak apa-apa. Malah anehnya aku berasa enak.”

Pendi terkejut dan mukanya menunjukkan keheranan. Melihat reaksi Pendi, entah kenapa aku malah berkata,

“Iya, Pen.. tidak apa-apa.. malah enak kok. Kalau kamu mau, pegang lagi saja.”

Rupanya ini jawaban dariku yang memulai petualangan seks ku.

Pendi langsung bergetar.

“Benar, Jes? Boleh pegang lagi?”
“Iya, Pen. Nih…” Aku membusungkan dada menyodorkan mereka ke Pendi. Kedua tangan Pendi perlahan-lahan mendekati dadaku. Gemetaran. Ketika menyentuh dadaku, dia menekan lembut. Secara naluriah, Pendi mengelus-elus dadaku. Aku merasa kenikmatan yang belum pernah kurasakan. Aku pun memejamkan mata menikmati belaian lembut di dadaku.

Pendi melepaskan tangannya dariku dengan tiba-tiba. Aku membuka mata keheranan dan melihat Pendi merogoh ke dalam celananya.

“Kenapa, Pen?”
“Ini aku membetulkan posisi ini aku” Sambil Pendi menunjuk selangkangannya.
“Kenapa memangnya?”
“Tahu nih.. tiba-tiba dia mengeras dan posisinya tidak enak.”
“Apa sih yang mengeras?” Tanganku dengan cepat meraba selangkangan Pendi.

Aku merasakan seperti ada batang keras tapi lunak.

“Apa sih ini Pen?” Aku yang belum pernah melihat kelamin anak laki-laki jadi bingung.
“Ini tititku, Jes. Tahu nih.. tiba-tiba dia mengeras.”

Aku pun secara naluriah mengelus-elus titit Pendi dari luar celananya. Pendi mendesah kenikmatan. Aku senang sekali melihat Pendi yang menikmati belaianku di selangkangannya. Rupanya aku juga sudah terangsang walaupun belum begitu mengetahui perasaan ini sebelumnya. Tangan Pendi aku tarik untuk mengelus dadaku.

Jadi kami di depan WC sekolah saling membelai. Pendi membelai lembut baju seragam SMP-ku yang menutupi BH. Tangannya menelusuri bentuk BH dan kadang-kadang meremas dadaku. Enak sekali. Nyaman. Ingin rasanya terus-menerus seperti ini.

Tanganku pun tidak berhenti membelai selangkangan Pendi. Sesekali kuremas. Nafasku dan nafas Pendi semakin memburu. Tangan Pendi semakin seru meremas-remas dadaku. Akupun tidak kalah seru menggosok-gosok selangkangannya. Tidak lama kemudian Pendi mendesah keras. Tangannya menahan tanganku pas di ujung tititnya. Pendi mendorong-dorong pantatnya sehingga tanganku semakin menekan tititnya.

“Ah… Enak banget.” Pendi mendesah…

Tidak lama kemudian tanganku merasakan kehangatan yang lembab di celana Pendi.

“Eh kok basah sih, Pen?”
Aku melihat celana Pendi yang ada bercak basahnya.

“Kamu pipis yah? Kok pipis di celana sih?”

Pendi kebingungan.

“Bukan kok, Jes. Bukan pipis.. tapi tadi rasanya memang aku menyemprotkan sesuatu.”
“Ih.. Pendi jorok ah. Sana masuk wc. Bersihin gih.”

Pendi segera ke wc dan membersihkan diri.

Aku mencium tanganku yang bekas kena noda basah itu. Iya, yah.. bukan bau pipis.. tapi kayak bau Bayclin. Aku pun masuk ke wc perempuan dan mencuci tangan. Tetapi aku merasakan celana dalamku jg tidak nyaman. Aku merogoh rokku dan menyentuh celana dalamku. Basah. Hah? apa aku juga pipis tadi? Akupun mengangkat rokku dan meraba lebih dalam. Memang basah.. dan aku cium baunya.. bukan bau pipis.

“Jes.. Jesika.. kamu di WC?” panggil Pendi dari luar.
“Iya Pen.. bentar aku keluar”

Aku merapikan pakaianku. Wah.. baju seragamku kusut. Terutama di bagian dada. Bisa ketahuan orang-orang nih.

Aku keluar dan memperhatikan Pendi. Noda basah di celana Pendi pun terlihat jelas. Bajuku kusut dan celana Pendi basah. Apa kata orang-orang nih.. Untungnya sekolah sudah sepi. Kami berjalan bergandengan tangan tanpa bicara. Hari itu kami secara tidak resmi jadian.

Esok harinya Pendi mendatangiku mengajak makan siang. Teman-teman perempuanku langsung meledek..

“Yeee.. jadian yah?” ledek mereka

Aku tidak menghiraukan mereka dan menarik tangan Pendi untuk menjauh.

“Jes, mau makan apa?”
“Aku mau makan bakso aja ah.”

Pendi memesan bakso dan nasi goreng untuknya. Kami makan saling berhadapan tanpa berbicara. Aku makan sambil terus menundukkan kepala. Malu juga. Aku belum pernah pacaran.

Pendi memecah keheningan. Hening rasanya. Walaupun sebenarnya pas jam makan siang, kantin selalu ramai. Pendi berbisik,

“Nanti pulang, lagi yuk?”

Aku mengangkat kepala melihat Pendi sejenak dan menganggukkan kepala sambil memerah mukaku.

“Kita ke rumahku saja. Orangtuaku sedang keluar kota. Jadi tidak ada orang di rumah selain pembantu.” Pendi menjelaskan.

Memang Pendi termasuk keluarga yang cukup berada. Kami pernah kerja kelompok di rumahnya. Rumahnya berlantai tiga. Kamar Pendi sendiri ada di lantai 3. Kamar pembantu Pendi ada di lantai satu, itupun di bagian belakang rumah.

“Tapi nanti aku harus telepon mamaku dulu. Bilang kalau ke rumah kamu. Takut dicariin.”

Mamaku memang sudah tahu kalau aku sering kerja kelompok di rumah Pendi. Jadi ketika pulang sekolah aku menelepon memberitahu aku tidak langsung pulang, mama tidak curiga. Cuma menanyakan kapan selesainya. Aku bilang jam 6 sore. Pendi yang mendengar percakapanku dengan mama, tersenyum.

Pulang sekolah, aku sengaja berlama-lama membereskan tasku. Menunggu teman-teman yang lain pulang dulu. Pendi pun demikian. Kami pulang berdua bersama. Rumah Pendi tidak terlalu jauh dari sekolah. Hanya naik angkot selama 10 menit saja.

Selama perjalanan dari sekolah, kami tidak berbicara. Saling menundukkan kepala. Akhirnya kami turun dari angkot dan berjalan sedikit ke dalam. Pendi memencet bel rumahnya dan pembantu membukakan pintu.

“Mbok Inem, Jesika dan saya mau kerja kelompok di kamar saya. Mbok tolong bawain minum yah ke atas.”
“Baik, dek Pendi.” Kami segera ke atas menuju kamar Pendi.

Aku sudah terbiasa dengan suasana kamar Pendi. Sudah beberapa kali aku masuk ke kamarnya. Mungkin sudah belasan kali kerja kelompok. Tapi kali ini cuma aku sendiri yang datang. Aku duduk di tepi ranjang Pendi sambil memperhatikan lebih jelas ruangan kamar ini. Tidak lama Mbok Inem masuk membawa minuman dan meletakkannya di meja belajar.

Pendi yang baru keluar dari kamar mandi memberitahu Mbok agar istirahat saja. Karena memang kalau sore jam 3 biasanya Mbok Inem yang cukup senior umurnya, tidur siang. Pendi terlihat lebih segar karena sudah mandi. Kelihatannya segar sekali.

Kamar mandi Pendi memang ada di dalam kamarnya. Aku yang sudah gerah kepanasan sejak tadi siang ingin segera mandi juga. Tetapi aku tidak membawa baju ganti.

“Pen, pinjam baju dong. Aku mau mandi juga ah.”
“Kaos mau?”
“Boleh.. Handuk juga dong.”
“Nih.. pakai yang ini aja.”

Aku pun segera masuk dan mengunci kamar mandi. Kutanggalkan satu per satu pakaianku. Seragam SMP-ku basah karena keringat. Bahkan sampai ke BH dan celana dalam. Aku gantung semua pakaian-ku supaya bisa cepat kering.

Aku pun masuk ke dalam bath tub. Tidak berendam karena tidak mau berlama-lama mandinya.
Shower di bathtub mengguyur badanku. Air sejuk sungguh menyegarkan. Sabun mandi cair yang ada di kamar mandi Pendi khusus laki-laki. Wanginya maskulin sekali. Kutuang ke telapak tanganku dan kuratakan di seluruh badanku. Aku mengusap lebih lama di ketiak, payudaraku, dan memek-ku. Aku ingin badanku wangi. Setelah menyabuni seluruh badanku, aku bilas sampai bersih.

Pendi memberikan handuk yang cukup besar. Badanku langsung bisa kering semuanya. Segar sekali. Aku mengambil BH-ku..
uuhh.. masih basah dan bau keringat. Apa tidak usah pakai saja yah? Apalagi kan mau dipegang-pegang sama Pendi nanti.

Akhirnya aku memutuskan untuk tidak memakai BH. Celana dalampun tidak juga. Aku memakai kaos putih yang diberikan Pendi. Walaupun Pendi lebih pendek dariku, ternyata kaosnya kebesaran buatku. Bahkan bisa menjadi baju terusan.

Setelah mematutkan diri di kaca, aku memutuskan keluar kamar mandi hanya dengan memakai kaos Pendi saja. Rok biru SMP-ku juga kugantung saja. Biar kering sekalian lah.

Pendi yang sedang menyalakan komputer di kamarnya, ternganga begitu melihat aku keluar dari kamar mandi. Kaos putih Pendi cukup tipis. Puting dadaku yang berwarna pink terbayang keluar. Demikian juga bulu halus jembutku, memberikan bayangan hitam.

“Jesika.. kamu cantik sekali.”
“Masa sih?” Aku tersipu malu.

Pendi mendekatiku. Aku semakin malu, menundukkan kepala. Diangkatnya daguku, Pendi berkata,

“Iya, Jes.. Kamu cantik sekali.” Pendi tersenyum kepadaku.
“Kita mau gimana nih, Pen?”
“Kayak kemaren aja, Jes.”

Aku tertunduk malu. Mengingat kejadian kemarin yang cukup menyenangkan. Pendi perlahan-lahan menggerakkan tangannya ke arah dadaku. Aku menegakkan badanku sehingga dadaku semakin menonjol keluar. Pendi memegang dada kiriku dan dia terkejut.

“Kamu tidak pakai BH?”
“Iya, Pen. Basah karena keringat. Bau lagi. Jadi aku gantung dulu saja di kamar mandi.”

Pendi menjadi semakin gemas. Kedua tangannya sekarang sudah aktif meremas-remas lembut dadaku. Ah.. nikmatnya. Benar-benar beda. Diremas Pendi berbeda sekali dengan aku meremas dadaku sendiri.

Aku juga tidak mau kalah. Aku pun mengarahkan tangan ke selangkangan Pendi. Aku melihat kalau ada yang seperti batang 12 cm yang menonjol keluar. Aku memegangnya dan Pendi mendesah..

“Ah…”
“Pen.. kamu tidak pakai celana dalam yah?”

Pendi memang cuma memakai celana pendek yang berbahan tipis. Terasa sekali kekerasan batangnya.

“Iya, Jes.. Aku tidak pakai. Kalau di rumah memang aku terbiasa tidak pakai.”
“Oh gitu…” Aku mengocok halus batang Pendi.
“Aku juga tidak pakai lho.. Basah juga sih”
“Oh ya? Mana coba lihat..”

Pendi segera menyingkapkan kaosku dan memperlihatkan kemaluanku. Aku segera menutupnya dan bilang

“Curang!! Kalau mau lihat, kasih lihat punyamu juga dong.”

“Hahahaha.. Siapa takut?”

Pendi segera memelorotkan celananya. Pertama kali aku melihat kelamin laki-laki. Keras dan tegak. Seperti sedang memberi hormat kepadaku. Sangat indah.. aku begitu terpesona.

“Hei.. jangan bengong gitu dong. Katanya mau kasih lihat.”
“Eh iya.. sorry.. aku baru pertama kali lihat burung anak laki-laki. Kayak gitu toh.”

Aku pun dengan perlahan membuka kaos kebesaran ini. Tanpa sehelai pakaian dalam membuat aku langsung telanjang bulat. Pendi terlihat semakin nafsu. Burungnya bergerak naik turun.

“Eh.. bisa bergerak naik turun yah, Pen?”
“Iya nih. Kaga tahu kenapa, jadi semakin keras dan membuat tititku naik turun.”

Aku jongkok di depan Pendi, ingin melihat lebih jelas.

“Burung kamu lucu juga yah.. Keras dan bergerak-gerak.”

Aku memegang kelamin Pendi dan mengelusnya perlahan-lahan. Rupanya Pendi sudah tidak tahan lagi. Tiba-tiba alat kelamin Pendi menyemprot wajahku berkali-kali.

“Aduh.. duh…Sorry, Jesika.. Enak banget..”
“Lho Pen, kenapa aku dipipisi?”

Tetapi baunya seperti bau kemarin, bau Bayclin, bukan bau pipis. Oh… rupanya kemarin seperti ini toh. Aku mengelap wajahku dengan tisu dan mencium tisu tersebut. Iya, betul.. ini baunya kayak kemarin, seperti bau Bayclin.

Pendi yang sejak tadi berdiri berjalan ke arah ranjang dan menjatuhkan dirinya di atas ranjang. Aku melihat burung Pendi mengecil.

“Pen, kenapa burungnya menciut?”
“Aku juga tidak tahu.. tapi biasanya memang begini. Kalau pagi aku sering tegak, tapi kalau habis pipis biasanya memang ciut lagi.”
“Jadi tadi kamu memang pipis-in aku?”
“Bukan, Jes. Kayaknya aku menyemburkan sperma deh.”

Aku jadi teringat pelajaran biologi minggu lalu.

“Mana buku biologi kita, Pen?”
“Itu di atas rak buku. Kenapa memangnya?”

Aku mengambil buku biologi dan membuka-buka halamannya.

“Nah ini dia..” Aku menemukan bab tentang reproduksi.

Di dalamnya terdapat ilustrasi kelamin laki-laki dan perempuan.

Aku meletakkan buku di sebelah burung Pendi dan mulai membandingkan ilustrasi dengan barang aslinya. Mirip juga.
Ada batang k0ntol. Dijelaskan kalau laki-laki terangsang secara seksual maka k0ntolnya akan mengeras. Oh… gitu toh.. rupanya Pendi terangsang. Pada saat ejakulasi akan menyemprotkan air mani yang mengandung jutaan sperma. Warna air mani seperti putih susu.

Oh.. rupanya Pendi menyemprotkan air mani, bukan air pipis. Jika sperma bertemu dengan sel telur maka akan menghasilkan zygot yang akan berkembang menjadi bayi.

Oh gitu.. Aku memang murid yang cukup pandai. Dan aku tahu kalau cara sperma ketemu sel telur adalah sperma masuk ke dalam memekku dan berenang ke arah sel telur. Berarti jangan sampai Pendi menyemprot di memekku.

Karena aku terus menerus memegang burung Pendi sambil membandingkannya dengan gambar di buku, burung Pendi mulai tegak lagi.

“Kamu ngapain sih dari tadi megang-megang titit dan bolak-balik buku biologi.”
“Aku lagi belajar, tahu! Lumayan.. jadi lebih ngerti tentang alat reproduksi cowok.”
“Mana sini lihat bukunya.”

Pendi membalik-balikkan halaman dan membuka halaman yang ada ilustrasi kelamin cewek.

“Ayo gantian. Aku juga pengen belajar.”

Aku melompat ke atas ranjang dan segera duduk. Aku mengangkang selebar mungkin. Pendi berusaha melihat tetapi kurang jelas. Aku pun berbaring dan kembali mengangkang selebar mungkin.

Pendi pun mulai belajar dengan seksama. Ada labia mayora dan labia minora. Ada clitoris. Disentuhnya clitoris-ku dan aku berasa geli tapi enak. Dibukanya lebar-lebar labia mayora dan labia minora-ku Pendi mengatakan bisa melihat selaput daraku. Aku senang Pendi bisa melihatnya. Perlahan-lahan tapi pasti memekku mulai basah.

Pendi juga semakin seru meraba-raba memekku. Ah… akhirnya aku memegang tangan Pendi dan menuntunnya untuk menggesek-gesek kelaminku. Pendi terkejut tetapi mengerti. Cairan wanitaku juga semakin mempermudah gesekkan tangan Pendi.

“Lebih cepat Pen..” Nafasku semakin memburu.

Belum pernah sebelumnya aku merasakan nikmat seperti ini. Berbeda sekali dengan kemarin. Kemarin walau sudah nikmat ketika dadaku diremas-remas Pendi, ini lebih enak lagi.

“Ayo Pen.. lebih cepat lagi.”

Pendi pun semakin cepat menggosok kemaluanku. Aku pun tidak tahan lagi dan mengeluarkan teriakan kecil ketika puncak kenikmatan datang. Aku melentingkan badanku dan mengepit tangan Pendi di selangkanganku.

“Enak banget, Pen!!”
“Kamu sampai puncak kenikmatan yah, Jes?”
“Iya, Pen.. Enak banget..”
“Pantas.. sampai basah begini.. Cewek juga nyemprot yah kalo sampai?”
“Kayaknya gitu, Pen.. kaga tahu ah.. tahunya enak doang..”

Pendi berbaring di sebelahku. K0ntolnya terlihat menjulang ke atas. Dia sepertinya sudah nafsu lagi tetapi melihat aku yang kelelahan karena baru pertama kali mencapai kenikmatan, dia hanya berbaring saja.

“Enak yah Jes, seperti ini…”
“Iya, Pen.. badanku langsung berasa lemas… tapi enak.”
“Mau gak kalau tiap hari kita kayak gini?”
“Tiap hari, Pen? Boleh juga. Tapi harus dipikirin ngomong ke orangtua kita gimana.”
“Iya. Yang pasti gampang sih bilang belajar bersama.”
“Benar juga.. tapi harus beneran belajar juga. Biar nilai kita beneran bagus.”
“Iya.. kalau nilai malah anjlok, aku nanti disuruh les. Kalo les, mana bisa kayak gini.”
“Ok kalau gitu, Pen. Mulai besok kita selalu belajar bersama, terutama belajar biologi.” Pendi tersenyum manis sekali.

Aku melihat jam dan sudah pukul 17:45. Sudah harus pulang. Aku segera ke kamar mandi dan bertukar pakaian. BH, celana dalam, dan seragamku sudah lebih kering. Aku memakainya dengan rapi. Biar orangtuaku tidak curiga. Pendi pun mengantarku pulang dengan menemani aku di angkot sampai ke rumahku.

Esok harinya aku membawa baju ganti. Biar di rumah Pendi lebih nyaman. Pendi dan aku keluar dari kelas bersama-sama. Kami sepakat untuk mengerjakan PR Matematika bersama nanti. Kami disambut Mbok Inem. Mbok Inem telah menyediakan pisang goreng dan es teh manis di kamar Pendi. Aku permisi ke Pendi untuk mandi dulu. Aku membersihkan seluruh badanku dengan seksama. Kali ini aku membawa sabun mandi favoritku. Perpaduan wangi Jasmine dan Green Tea.

Aku keluar kamar mandi memakai celana pendek dan kaos ketat. Tentu saja BH tidak kupakai. Basah karena keringat. Kaos ketatku memperlihatkan bentuk payudaraku dengan jelas. Bahkan putingku terlihat sangat menonjol. Pendi terperangah melihat penampilanku yang seperti ini. Ia mendekatiku dan memberikan pujiannya. Dan tangan nakalnya menyentuh putingku dengan sengaja.

“Iseng deh kamu. Sana mandi biar tidak bau keringat” Pendi menurut dan segera menyambar handuk.

Terdengar suara shower yang hanya sebentar saja. Pendi keluar dengan hanya memakai celana pendek.

“Mandinya bersih gak sih? Kok cepat amat.”
“Eh, ngeledek. Bersih dong. Kalo kaga percaya, cium sini. Udah wangi nih”
“Mana coba?”

Aku mendekati Pendi dan kuperhatikan burungnya sudah tegak.
“Eh.. sudah tegak. Udah kaga sabar yah?”
“Iya Jes.. Sudah nafsu lagi nih.”
“Hahaha… sabar dong Pen. Kita bikin PR dulu. Baru kita begituan.”
“Yaaa…” Pendi tidak menutupi kekecewaannya.

Tapi aku bersikukuh untuk menyelesaikan PR dulu. Lucu juga melihat Pendi berusaha konsentrasi ke PR dengan k0ntol yang tegak seperti itu. Untung PRnya sedikit. Jadi kita cepat selesai.

Aku juga sudah tidak tahan lama-lama mengerjakan PR. Tidak sabar melihat k0ntol tegaknya. Gemes yang tak tertahankan membuatku langsung meremas k0ntol Pendi. Pendi kaget tetapi hanya tertawa saja. Tangan Pendi pun segera menggerayangi payudaraku. Enak banget sih.

Tiba-tiba aku punya ide.

“Pen, nyalain komputer dong.”
“Mau ngapain, Jes? Bukannya kita mau begituan?”
“Nyalain aja dulu.”

Pendi menurut. Aku segera membuka google. Aku mengetikkan memek di search bar. Lalu keluarlah gambar-gambar wanita telanjang dalam berbagai posisi. Pendi cukup terkejut dengan gambar-gambar itu. Aku melihat beberapa gambar dan meng-klik gambar wanita yang sedang dijilat memeknya. Gambar itu menjadi lebih besar dan jelas.

“Pen.. aku mau seperti ini dong.”
“Wow.. aku.. tidak nolak.. hahaha….”

Pendi menuntunku ke ranjang. Aku disuruh duduk di tepi ranjang. Kedua kakiku diangkat sehingga posisiku menjadi mengangkang. Memekku sudah mulai basah. Celanaku dilepas dan dibuang menjauh. Pendi perlahan-lahan mendekatkan wajahnya ke memekku. Dijilatnya sekali.

“Hmmm… rasa memek kamu enak, Jes.”
“Kalau gitu, jilat lagi dong Pen.”

Aku pun merasakan sensasi nikmat yang berbeda. Pendi mulai memainkan lidahnya. Kiri dan kanan. Atas dan bawah.
Seluruh bagian memekku dijilat. Pendi membuka belahan memekku lebih lebar dan dijilatnya. Oww.. nikmat banget. Aku merasakan lidahnya disodok-sodokkan ke dalam. Bahkan sampai berasa ke selaput daraku.

Ketika jilatan lidah Pendi mengenai clitorisku, aku merasakan kenikmatan luar biasa.

“Pen, jilat lagi tempat tadi.”
“Di sini?”
“Iya betul, Pen… terus di situ..”

Pendi pun terus menerus menjilati clitorisku.

“Hisap Pen.. hisap yang kuat..” aku mulai meracau kenikmatan.

Baca Juga : Cerita Seks Keperawananku Diambil Oleh Om-Om Ganteng

Pendi sudah mulai merasakan perbedaan bentuk memekku. Dia merasakan clitorisku sudah seperti kacang kecil. Dihisapnya keras-keras. Tidak lama kemudian aku mencapai puncak kenikmatan. Kepala Pendi aku jepit keras-keras agar tidak meninggalkan selangkanganku. Ingin rasanya lidah Pendi menusuk lebih jauh.

“Ahh…. aku samm..samm..sammpaiiii.. Pen..” jeritku perlahan.

Kulepaskan jepitan kakiku di kepala Pendi. Pendi bangun dan terlihat wajahnya berlepotan cairan wanitaku. Wajahnya terlihat sexy sekali. Aku pun bangun dan memeluk Pendi. Kepalanya aku benamkan di dadaku.

“Enak banget, Pen.. Thanks yah.”
“mmm Iya..mmmaku..mmjg..mmenak.” Pendi menjawab dalam dekapan dadaku.

Aku melepaskan pelukanku dan menarik Pendi ke ranjang. Aku dorong dia ke ranjang dalam posisi terlentang.

“Sekarang gantian.. biar aku yang jilat titit kamu, Pen.”

Aku tarik celananya. Burung Pendi terlihat telah tegak.
Aku memegangnya dan mulai menjilati kepala titit Pendi. Pendi mendesis kenikmatan. Seluruh batang Pendi aku jilati, tidak ada yang terlewat. Bahkan bijinya pun aku jilati satu per satu.

Aku mulai memasukkan kepala titit Pendi dan mengulumnya dengan lembut. Pendi semakin menikmati sensasi di tititnya. Aku pun mulai menaik turunkan kepalaku, mengocok lembut batang keras ini. Pendi pun mulai menggerakkan pinggulnya mengikuti irama kepalaku.

Hal ini semakin membuatku gemas. Aku pun berusaha memasukkan seluruh batang Pendi ke mulutku. Wow.. Aku berhasil memasukkan semuanya sampai ke pangkal. Tenggorokanku terasa penuh. Tapi aku hampir tersedak, segera mencabutnya dan melanjutkan kocokan dengan mulutku. Pendi semakin cepat menggerakkan pinggulnya. K0ntolnya terasa semakin membesar.

Aku semakin erat mengulumnya. Tiba-tiba Pendi menyemburkan air maninya ke dalam mulutku. Tangannya menahan kepalaku, membuatku tidak bisa menghindari semburan ini. Rasanya banyak sekali membuatku secara refleks menelan sperma yang banyak. Sebagian malah telah lari ke hidungku membuatku bangkis sperma. Pendi tertawa melihatnya dan akupun tertawa juga. Air mani Pendi sangat enak. Asin yang enak. Bau Bayclin juga tetapi tidak menyengat.

“Gila, Jes.. Enak banget sih diemut sama kamu.”
“Kamu juga enak emut Jesika tadi.”
“Sorry yah sampai nyemprot di mulut kamu.”
“Iya nih.. sampai kepalaku juga ditahan…”
“Sorry.. soryy…”
“Kaga apa, Pen. Aku suka air mani kamu. Enak rasanya.”

Hari sudah pukul 18.00. Aku harus pulang. Tetapi aku sempat melirik ke komputer Pendi yang masih menampilkan gambar-gambar telanjang. Aku melihat cukup jelas ada gambar dimana seorang wanita dibuka lebar-lebar kakinya dan di memeknya menancap k0ntol laki-laki. Aku tahu pasti itu menancap. Karena aku bisa membandingkan k0ntol Pendi dengan gambar tersebut. Kepala k0ntol tidak terlihat, hanya pangkal k0ntol saja yang sudah menempel ke memek. Wah.. apa rasanya dimasukkan seperti itu yah? Pikiran itu memenuhi kepalaku sejak perjalan pulang dari rumah Pendi. Tetapi aku masih kelelahan akibat nikmatnya permainan lidah Pendi dan tertidur lebih awal.

Hari ini aku tidak bisa ke rumah Pendi. Aku sangat kecewa. Pendi pun begitu.
Di rumahku sedang ada persiapan membuat kue untuk tante. Besok, Sabtu, Mama dan Papa mau ke rumah tante di Bogor. Baru pulang hari Minggu. Aku tidak mau ikut dan Papa tidak keberatan. Harus ada yang jaga rumah, katanya. Walaupun aku anak perempuan satu-satunya, aku sering ditinggal sendiri di rumah dengan pembantu. Orang tuaku cukup percaya.

Malamnya aku menelpon Pendi memberitahukan kemungkinan rumah kosong selama Sabtu. Pendi menyambut kabar gembira ini. Aku menutup telepon dan mulai merencanakan bagaimana supaya Mbak Juminten bisa keluar rumah. Aku berencana untuk memasukkan titit Pendi ke dalamku. Google kupakai untuk melihat berbagai gambar senggama. Berbagai informasi kucari.

Aku tahu kalau pertama kali berhubungan bisa sakit. Untuk itu aku pikir harus aku yang mendorong masuk. Biar bisa diatur tingkat kesakitannya.

Pagi-pagi buta, orang tuaku sudah berangkat. Aku tidak tahu kapan perginya. Mbak Juminten aku kasih tahu agar menelpon pacarnya dan pergi pacaran. Dia bingung tapi senang dapat ijin seperti itu. Aku bilang pulang malam juga tidak apa-apa, tapi jangan lewat dari jam sembilan. Dia tanya siapa yang akan menemaniku. Aku bilang nanti teman-teman akan datang.

Jam 7.30 Pendi sudah mengebel rumahku. Mbak Juminten membukakan pintu mempersilahkan Pendi duduk. Aku panggil Mbak Juminten memberitahunya bahwa dia sudah boleh pergi. Tetapi pacarnya baru menjemput pukul 8.00.

Aku dan Pendi berbicara ke sana ke mari sambil menunggu mbak Juminten dijemput.

“Pen.. dah makan pagi belom?”
“Belom Jes.”
“Mau makan gak? Ada roti nih dan berbagai macam selai.”
“Boleh juga. Abis tadi buru-buru langsung jalan sih.”
“Hahahahaha.. aku tahu kenapa buru-buru.”
“Iya deh… hahahaha.. Mamaku sampai bingung. Hari Sabtu bisa bangun pagi.”
“Aku belum mandi nih. Mandi dulu yah. Nanti kalo mbak Juminten pergi, kamu bantu kunci rumah yah!”
“Ok, Jes!”

Pada saat aku mandi, Mbak Juminten berteriak pamitan. Aku bilang biar Pendi yang bantu kunci pintu. Akupun segera mempercepat mandiku. Setelah selesai mengeringkan badanku dengan handuk, aku mengintip keluar. Mendengarkan kalau Mbak Juminten memang sudah pergi. Hanya suara TV di ruang keluarga. Pendi memang sedang menonton TV. Aku memutuskan untuk tidak berpakaian. Hanya memakai handuk.

Aku mengendap-endap ke belakang Pendi yang sedang asyik menonton TV.

“DORR!!”
“Aduh.. aduh.. kaget tahu!”
“Hahahahaha…Kena kamu.”

Pendi membalikkan badan mau marah tetapi tidak jadi. Badanku yang hanya tertutup sebagian saja dengan handuk menjadi pereda amarah.

“wow.. sexy banget kamu, Jesika!”
“Gombal deh!”
“Biarin.. yang penting menurutku, kamu memang sexy!”

Aku mengambil handukku dan menimpuknya ke arah Pendi. Pendi menangkisnya dan mengejar diriku yang telanjang bulat.

Aku pun tertangkap dengan mudah. Aku memang sengaja tidak lari jauh-jauh. Pendi memelukku dari belakang.
Tangannya segera menutupi dadaku. Nyaman sekali. Pantatku pun merasakan kalau batang Pendi sudah tegak.

“Ayo kita ke kamarku.”

Aku menuntun Pendi ke kamarku. Kamar yang belum pernah dimasuki laki-laki kecuali Papa. Pintu kamar aku biarkan terbuka. Toh.. tidak ada orang lain. Begitu masuk aku segera membalikkan badan dan jongkok. Aku membuka celana jeans Pendi dan menurunkannya. Terlihat jelas celana dalam Pendi berusaha keras menutupi batang yang mengeras. Akupun menurunkan celana dalam Pendi. Burung Pendi segera membebaskan diri dan menantangku.

Aku yang sudah nafsu segera menjilati burung penantang ini. Pendi yang kenikmatan mulai menggerakkan pinggulnya.
Tangan Pendi membelai kepalaku selama mulutku digagahinya. Cukup lama mulutku dikocok-kocok sang burung. Ketika aku merasakan Pendi hendak menyemprot, aku hentikan kegiatan nikmat ini.

“Yah.. kok berhenti, Jes? Nanggung nih..”
“Biarin aja… Biar kamu tahan dulu. Masa baru sebentar sudah selesai.”

Aku menarik Pendi ke depan komputer dan menyuruhnya duduk di sebelahku. Kemarin malam aku sudah menyimpan beberapa gambar dari Google. Beberapa pose pria dan wanita bersenggama. Bahkan beberapa di antaranya ada satu wanita yang digagahi lebih dari satu pria. Aku memperlihatkan gambar-gambar ini ke Pendi.

“Wow.. Jesika.. ternyata suka gambar porno yah?”
“Bukan.. cuma lagi studi banding. Hahahaha..”

Koleksi yang ku-download cukup banyak. Pendi melihat-lihat beberapa dan berhenti di foto favoritku. Seorang wanita terlihat senang dimasuki memeknya oleh titit yang besar.
“Kamu mau kayak gitu, Pen?”
“A..aa…aaku….” Pendi tergagap. Mungkin terkejut.
“Kok malah jadi gagap sih.. Mau, gak?”
“A..Aku… memangnya bisa yah masuk begitu?”
“Kita coba aja yuk, Pen. Biar tahu.”
Aku memang sudah membayangkan senggama sejak semalam.
Titit Pendi yang keras memasuki memekku..
Oh… apa rasanya yah?

Aku menarik Pendi ke ranjang. Kaosnya aku lepaskan sehingga Pendi sekarang telanjang bulat juga. Aku membaringkan diriku di ranjang, sama seperti gambar senggama itu.

“Ayo, Pen. Sini.” aku mengajak Pendi.

Pendi dengan tititnya yang mengeras mendekat.

“Gimana caranya, Jes?”
“Masukin saja ke sini.”Aku menunjuk memekku yang sudah basah.

Aku meraih titit Pendi dan mulai menggesekkan ke memekku. Pendi mengalami kenikmatan.

“Pen.. jangan nyemprot dulu yah.. kamu harus masukin dulu baru boleh nyemprot.”
“Ok, Jes!”

Pendi mengambil alih kegiatan. Ia menggosokkan tititnya dengan teratur. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Baru di luar saja sudah enak begini. Apalagi kalau dimasukin ke dalam yah.

“Pen.. masukin dong pelan-pelan. Pelan-pelan lho. Abis katanya sakit kalo pertama kali dimasukin.”
“Ok Jes.. Kalo memang sakit, bilang yah.”
“Iya Pen.. Pelan-pelan.. tapi kalau aku kesakitan, jangan langsung dicabut. Aku coba tahan sakitnya.”
“Ok Jes..”

Pendi mengubah posisinya lebih mendekat. Tititnya dipegang sambil diarahkan ke memekku. Aku merasakan kalau memekku mulai didesak batang keras. Aku mulai tegang dan pahaku mulai menutup sehingga Pendi kesulitan.

“Jes.. kok jadi tegang sih.. Relaks aja.”
“Iya, Pen… sorry.. bentar.. ambil nafas dulu…” Aku mengatur nafas sehingga aku lebih relaks.

Pendi pun melanjutkan usahanya. Aku lebih relaks sekarang. Aku merasakan batang itu sudah menyeruak lebih dalam. Mentok. Selaput daraku menahan laju lebih lanjut.

“Tahan Pen.. Biar memekku terbiasa dulu sebentar.” Pendi melihat ke bawah dan tersenyum.
“Jesika.. kepala tititku sudah ditelan memek kamu.” Aku pun bahagia melihat reaksi Pendi.

Memekku terasa sesak tetapi sudah mulai terbiasa. Selaput daraku terasa diketok-ketok oleh denyutan titit Pendi. Aku menarik nafas mengatur irama. Aku menyiapkan diri agar Pendi bisa menembusku.

“Ayo Pen.. Aku rasanya sudah siap. Langsung sodok yang keras yah. Biar jebol.”

Pendi semakin nafsu. Sodokan pertama kurang kencang. Aku merasakan sedikit kesakitan. Sodokan kedua pun masih kurang kuat. Aku mulai meringis kesakitan.

“Sakit yah, Jes? Apa stop saja?”
“Jangan, Pen…Masih bisa tahan sakitnya.. Yang kuat dong sodoknya..”
“kamu atur nafas dulu gih.. biar lebih relaks.. kayaknya terlalu dijepit. Susah sodoknya.”

Aku mengikuti anjuran Pendi. Rasa sakit perlahan-lahan menghilang. Begitu aku menarik nafas lega, tiba-tiba Pendi menyodok dengan kuatnya. Aku mengigit bibirku menahan sakit. Kurasakan ada yang robek di memekku. Air mata menahan sakit menitik di kedua mataku. Pendi melihatku dengan tidak tega. Dia berusaha menarik tititnya tetapi memekku masih berasa sakit. Aku pun menahan pinggulnya.

“Jangan gerak dulu, Pen. Masih sakit.” Pendi mengangguk.

Memekku berasa penuh sekali. Rasanya ada yang mengganjal. Iya lah.. ada titit Pendi yang sedang keras-kerasnya di dalamku. Aku mengambil handphoneku yang memang ada di sebelahku.

“Pen.. foto-in dong. Aku kan tidak bisa melihat ke bawah.”

Pendi mengambil beberapa foto sesaat setelah tititnya berhasil menjebol perawanku. Terlihat jelas kalau titit Pendi masuk sepenuhnya. Darah perawanku pun terlihat jelas melumuri sekeliling memek.

Aku tersenyum bahagia. Ah.. rupanya seperti ini kalau difoto. Persis seperti gambar-gambar di komputer. Pendi mulai menggerakkan pinggulnya secara perlahan. Sepertinya takut-takut. Takut aku masih kesakitan. Memang sih aku masih merasakan perih tetapi sudah jauh lebih baik. Goyangan perlahan Pendi membuatku lebih terangsang daripada kesakitan.

“Jesika.. memek kamu luar biasa deh. Aku merasakan remasan yang nikmat.”
“Aku juga enak, Pen. Batang keras kamu rasanya mengganjal penuh di dalamku.”

Pendi terus menggoyangkan kemaluannya, keluar masuk kemaluanku. Aku mulai menikmati permainan ini. Ah.. tidak salah memang memilih Pendi sebagai teman bermain.

Semakin lama semakin cepat goyangan Pendi dan aku semakin terangsang. Badanku mulai semakin menegang menuju puncak kenikmatan. Setiap Pendi menyodokku, akupun menyambutnya dengan sodokan juga. Terasa titit Pendi menyentuh rahimku. Wah.. rahimku.. jangan sampai Pendi nyemprot di dalam. Bisa hamil nih. Baru saja aku berpikir demikian, Pendi berteriak sambil menyodok lebih dalam. Dan aku merasakan semprotan-semprotan panas di dalamku. Hal ini malah membuatku lebih terangsang dan aku malah menggerakkan pinggulku. Mempercepat perjalananku menuju puncak kenikmatan.

“Ah.. ah.. ah… AAAHHHHH…”

Aku pun mencapai puncaknya berbarengan dengan semprotan terakhir dari Pendi.

Pendi melepaskan semua muatannya di dalamku. Aku sudah tidak peduli lagi apakah aku hamil atau tidak. Pendi terjatuh memelukku. Tititnya masih di dalamku. Aku merasakan kehangatan cinta, di dalamku dan dalam pelukan Pendi.

Ketika kekuatan kami pulih, Pendi bangun dan mulai mengulum-ngulum dadaku. Ah.. enak banget.. memang baru kali ini Pendi mengulum dadaku. Aku merasakan memekku basah lagi. Pendi terlihat menikmati dadaku. Aku seperti seorang ibu yang sedang menyusui anaknya. Bahagia rasanya.

Pendi berpindah mengulum dadaku yang satu lagi. Wow.. kenikmatan dobel. Tanganku secara naluriah mencari titit Pendi. Pendi mendekatkan tititnya ke tanganku dan mulai merasakan pijatan yang aku lakukan. Masih lembek tititnya tetapi aku merasakan kekerasannya mulai kembali.

“Pen.. stop dulu.. Aku haus.” Pendi menghentikan hisapannya di dadaku.
“Iya aku haus juga. Hisap-hisap dada kamu tidak ada yang keluar.”
“Yeee… gimana sih? Kalo ada susunya berarti aku sudah hamil dong. Ambil air minum gih di kulkas.” Pendi menurut dan berjalan keluar menuju kulkas. Tititnya yang setengah keras bergoyang ke sana sini selagi ia berjalan.

Aku bangun dan merapikan ranjang. Wah.. darah perawanku membasahi sprei ranjangku. Ah.. bilang aja nanti darah mens-ku merembes. Hatiku senang sekali sudah bisa merasakan titit di dalamku. Rasanya masih mengganjal saja.

“Nih, Jes.. air dinginnya.. Wah.. darahnya kena ranjang yah?”
“Iya Pen.. thanks yah!” Aku mencium bibir Pendi. Pertama kali aku mencium bibir cowok. Mustinya sih kalau lihat film-film, ciuman terjadi sebelum senggama. Tetapi aku sudah terlalu nafsu. Jadi langsung ke kelamin deh. Pendi yang juga baru pertama kali menciumku cukup kaget tetapi terus melanjutkan ciumannya.

Aku melepaskan bibirku dan minum lagi. Pendi ternganga dengan pose masih seperti menciumku. Manis sekali.. Aku tertawa melihatnya. Pendi mengambil gelas di tanganku dan meminum air dingin seteguk.

“Wah.. baru jam sepuluh.. kita bisa berapa kali kayak gini yah, Jes?”
“Sekuat kamu aja, Pen. Aku suka banget merasakan titit kamu di dalamku.”
“Kalo begitu, ayo lanjut.”

Pendi dengan sigap menarikku ke atas ranjang. Dia menindihku tetapi masih menahan badannya dengan siku tangan. Ia mulai mencium bibirku dengan lembut. Aku menerimanya dan mulai membuka bibirku. Lidah Pendi mulai menari di dalam mulutku. Memainkan lidahku. Enak sekali.

“Wow, Pen.. enak banget lidah kamu. Belajar di mana sih?”
“Kaga belajar di mana-mana. Kamu tuh cewek pertama yang aku cium.”
“Oh.. gitu.. kok kayaknya sudah ahli dalam ciuman sih? Aku suka banget.”

Aku merasakan titit Pendi mulai keras lagi. Pendi kembali melanjutkan ciumannya. Mulai dari bibir, ke leher, ke payudaraku.. kiri dan kanan.. Ke perutku.. ke pusar… ke paha.. dan bulu-bulu halus jembutku. Baru kali ini aku merasakan seluruh badanku diciumi. Aku sampai merinding karena nikmatnya.

Aku menggapai titit Pendi dan menemukannya dalam kondisi sudah sangat keras. Aku bangun dan segera menjilati kepala titit Pendi. Entah kenapa rasanya enak sekali menjilati titit. Aku mulai tidak dapat menahan diri. Pendi kudorong agar terbaring. Tititnya menjulang ke atas. Aku memegangnya dan mengarahkannya ke memekku. Perlahan-lahan kududuki titit yang keras itu. Masuk secara perlahan tetapi nikmat ke dalam kelaminku.

Aku mulai bergerak naik turun. Rasanya nikmat sekali.

“Pen.. tiap hari kita senggama kayak gini yuk”
“Siapa takut?”
“Hahaha.. bisa aja kamu.”

Aku pun terus menerus naik turun sampai libidoku meningkat secara perlahan. Tangan Pendi selama ini meremas-remas payudaraku.

“Kenyal banget sih dada kamu, Ki! Pengen hisap-hisap terus deh.”
“Hisap gih.” Aku mengubah posisi, mendekatkan dadaku agar mudah dihisap oleh Pendi. Hisapan Pendi dan titit keras Pendi yang keluar masuk diriku, membuatku mabuk kepayang. Aku pun mempercepat goyanganku, membuat dadaku bergerak liar.
“Hnn..hnnn..oohhh..ohhh.. ahhh.. AAAAHHHHHH” Aku berteriak kenikmatan..

Pendi yang belum sampai, mengubah posisi menjadi doggy style. Tititnya dimasukkan dari belakang. Sodokan-sodokan lembut Pendi perlahan-lahan menjadi kasar. Biji Pendi bergoyang-goyang menepuk clitorisku. Perasaan nikmat doggy style sangat berbeda. Tidak lama aku pun menyemprotkan kehangatan ke titit Pendi. Pendi masih kuat menggoyang-goyangkkan pinggulnya. Tetapi kurasakan kalau Pendi hendak menyemprot kembali. Aku ingat kembali akan resiko hamil tetapi sudah tidak ada tenaga melawan kenikmatan ini. Sodokan-sodokan Pendi semakin liar dan..

“Ahhh.. ENAK BANGET.” Pendi berteriak dan menyemburkan air maninya kembali.

Kami berdua telah keringatan luar biasa. Keringat kami sampai menetes deras. Tetapi aku suka sekali badan Pendi yang keringatan. Bau tubuhnya sangat merangsang.

Total telah 3 jam kami berhubungan badan. Perut terasa lapar juga.

“Pen.. makan yuk.. Lapar jg nih.”
“Ayo.. makan apa? Ada apa yang bisa dimakan?”
“Ada nasi putih.. tapi kaga tahu ada sayur atau tidak. Atau mau mi instan?”
“Wah jangan mi instan. Kalo kaga ada sayur, kita bikin nasi goreng saja.”
“Memangnya kamu bisa masak, Pen?”
“Bisa dong.. tapi memang cuma nasi goreng doang.”
“Ayo deh kalo gitu.”

Kami berdua dengan badan telanjang dan keringatan menuju dapur. Aku sempat mengambil handuk untuk mengelap keringat kami berdua. Jadi kami memasak nasi goreng untuk makan siang. Kami menyantap di meja makan sambil tetap telanjang. Aku perhatikan sekali-kali titit Pendi menegang dan melembek. Gemas deh.

Habis makan siang kami membereskan perabot dan mandi siang. Menghilangkan keringat sehabis ronde pagi. Kamar mandi keluargaku cukup besar untuk kami mandi berdua. Ini kali pertama aku mandi bersama laki-laki. Aku menggosokkan punggung Pendi dan mengusap-usap titit Pendi. Tititnya jadi keras lagi. Pendi pun menggosok punggungku dan tangan nakalnya juga beraksi di dadaku dan memekku. Tetapi aku mencegah Pendi terlalu lama di memekku. Masih perih.

Tidak kurasa baru beberapa hari sejak kejadian tabrakanku dengan Pendi, pengetahuan seks kami bertambah dengan cepat. Bahkan aku sudah melakukan senggama. Enak banget lagi.

“Pen.. kalau kemarin itu kita tidak tabrakan, kira-kira kita bisa begini gak yah?”

Pendi yang masih menyabuni dadaku dari belakang meremasnya.

“Yah… mana mungkin, Jes. Aku cuma bisa mengagumi kamu dari jauh. Kamu cantik, Jes”
“Gombal ah”

Aku melepaskan pelukan Pendi dan berbalik menghadapinya. Aku raih tititnya dan mengocok lembut dgn sabun.

“Menyesal gak tabrakan denganku?”
“Kaga”
“Menyesal gak pegang-pegang dadaku?”
“Mana mungkin bisa menyesal.”
“Menyesal gak hisap-hisap dadaku dan memekku?”
“Kalo boleh, mau setiap saat.”
“Benar nih?”
“Iya dong.”
“Kalo tiap hari masukin titit ke dalamku?”
“Apalagi itu. Kalo bisa terus nempel, mau terus nempel.”
“Kalo gitu janji yah.. Setiap saat memungkinkan, Pendi harus memasukkan tititnya ke memek Jesika.”
“Wah.. kalo janji seperti itu.. Pendi tidak akan mengingkarinya. Pendi berjanji.”

Kami pun menyudahi mandi bersama. Saling mengeringkan badan. Saling memainkan kelamin. Kami pun kembali ke kamarku. Berbaring telanjang. Perut kenyang dan kelelahan membuat kami mengantuk. Kami pun tertidur sambil berpelukan. Tentunya posisi ini aku manfaatkan dengan baik. Aku tertidur sambil memegang titit Pendi.

Rasanya belum lama kami tertidur, bel rumah berbunyi. Kami berdua terbangun dengan panik. Mbak Juminten sudah pulang. Jam berapa nih? Kami buru-buru berpakaian. Pendi tidak dapat menemukan celana dalamnya. Akupun hanya memakai BH dan daster panjang. Setelah melihat bahwa kami cukup sopan berpakaian, aku segera membukakan pintu.

“Kok lama bukain pintunya?” Mbak Juminten bertanya curiga.
“Itu tadi Pendi lupa taruh di mana kuncinya.”
“Lho, Pendi masih di sini?”
“Iya lah… masa meninggalkan aku sendirian di rumah?”
“Halo Mba Ju” sapa Pendi. “Baru pulang nih?”
“Iya.. Kalian sudah makan? Sini biar Mba Ju siapkan makan sore”

Wah.. memang sudah sore rupanya.

Mba Ju pun menyiapkan makan malam buat kami berdua. Kami makan sambil tersenyum-senyum. Apalagi Mba Ju selalu ada di dapur, tidak keluar. Sambil makan aku mengelus selangkangan Pendi, mengetahui dia belum mengenakan celana dalam. Dasterku pun tersingkap sampai selangkangan. Pendi juga senang mengelus pahaku sambil sesekali mengenai memekku.

Selesai makan malam aku meminta Mba Ju untuk membereskan meja makan. Kami berdua pindah kembali ke kamarku
sambil memberikan alasan kalau tugas sekolah kami tinggal sedikit lagi. Pendi mengerti maksudku. Begitu masuk kamar, aku segera menguncinya. Berbalik ke Pendi dan segera membuka jeansnya. Titit Pendi sudah keras sekali dan memekku memang sudah sangat basah. Pendi segera kudorong ke ranjang. Aku senang dgn posisi di atas. Titit Pendi segera kududuki. Sekarang lebih mudah masuknya. Masih sedikit perih tapi sudah jauh lebih enak.

Akupun menggoyang-goyangkan pinggulku. Nikmat sekali. Pendi pun terlihat sangat menikmati. Tangan Pendi bersemangat memainkan kedua buah dadaku. Pendi bergeser ke posisi duduk sehingga bisa menghisap dadaku. Aku serasa melayang di angkasa. Dadaku terasa sangat nikmat dihisap Pendi. Tidak lama aku merasakan badan Pendi mulai bergetar. Aku tahu sekarang kalau Pendi ingin menyemburkan benih-benihnya di dalamku. Pengetahuan ini malah membuatku ingin segera merasakan kehangatannya. Kupercepat goyangan pinggulku. Pendi pun semakin buas melahap dadaku.

“aaarrhhhh… aku nyemprot lagi, Jes….”

Aku puas dan bahagia sekali. Kehangatan sperma memenuhi kelaminku.

Kami pun membersihkan diri dengan tisu. Kami menemukan celana dalam Pendi di tumpukan bantal, tetapi aku bilang aku mau menyimpannya. Pendi kusuruh memilih salah satu celana dalamku untuk dipakainya. Tukeran.

Aku menyukai bau kelamin Pendi yang menempel di celananya. Malam itu aku tertidur sambil menghirup wangi air mani di celana dalam Pendi dan bermasturbasi.

Kelas 3 SMP dan berumur 15 tahun. Aku sangat menikmati senggama.



Share:
Lokasi: Indonesia

1 komentar:

  1. Selamat malam bossku semua...
    Kamu Sering Kalah Main Judi?
    Sudah Tidak Jaman Lagi Kalah Main Judi
    Kami Hadir Dengan Inovasi Terbaru & Tercangih, Dengan Jackpot Yang Super Pasti & Gampang Untuk Menang Terus Di Setiap Hari .
    Transaksi Cepat, Aman & Terpercaya.
    Tersedia 7 Games Dalam 1 User ID :
    New Game ------>> GAME SAKONG
    Poker, Domino, Bandar Ceme, Capsa, Ceme Keliling, dan Live Poker
    Minimal Deposit Rp.15.000,-
    Minimal Withdraw Rp.15.000,-
    Promo Bonus Harian + Mingguan + Bulanan :
    - Bonus Deposit
    - Bonus Turn Over Harian 0.5%
    - Bonus Refferal 10% + 10%
    Untuk Informasi Lebih Lanjut Segera Hubungi CS Kami 24 Jam : www,royalqq,poker

    BalasHapus

Terima Kasih Sudah Mengunjungi Blog Saya, Silahkan Berkomentar Dengan Sopan ^_^

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

New Post

Cerita Sex Bercinta Dengan Bapak Kost

Cerita Sex Bercinta Dengan Bapak Kost -  Pagi itu kulihat Oom Pram bapak kost ku sedang merapikan tanaman di kebun, dipangkasnya daun-daun ...

Cari Blog Ini

Archive

[recent]